KONSEP DASAR POLITIK
KONSEP DASAR POLITIK
1.
Konsep Dasar Politik
Menurut Aristoteles, selama manusia menjadi makhluk sosial (zoon politikon), selama itu pula ditemukan politik. Ini berarti dalam kehidupan bersama, manusia memiliki hubungan yang khusus yang diwarnai oleh adanya aturan yang mengatur. Ada kekuasaan dan wewenang yang dipegang oleh segelintir orang yang sekaligus melahirkan aturan serta aturan mana yang perlu dipelihara dan tidak, kemudian menentukan apakah seseorang mengikuti aturan atau tidak, serta menentukan sanksi serta ganjaran bagi yang mengikuti dan melanggar aturan tersebut.
Secara etimologis, politik berasal dari bahasa Yunani yaitu “polis” yang berarti kota. Orang yang mendiami polis disebut “polites” atau warga negara, sementara kata “politikos” berarti kewarganegaraan. Lalu muncul istilah “politike techne” yang berarti kemahiran politik. “Ars politica” yang berarti kemahiran tentang soal kenegaraan. “Politike epitesme” berarti ilmu politik, istilah yang saat ini banyak digunakan.
Politik memiliki banyak definisi tergantung sudut pandang si pembuat definisi. Miriam Budiardjo (1993) mendefinisikan politik sebagai berbagai macam kegiatan yang terjadi di suatu negara, yang menyangkut proses menentukan tujuan dan bagimana cara mencapai tujuan itu. Sementara itu, Hoogerwerf, mendefinisikan politik sebagai pertarungan kekuasaan. Hans Morgenthau juga mendefinisikan politik sebagai usaha mencari kekuasaan (struggle power). Sementara David Easton mengartikan politik sebagai semua aktivitas yang mempengaruhi kebijaksanaan dan cara bagaimana kebijaksanaan itu dilaksanakan.
Dengan demikian, mengikuti Miriam Budiardjo, sesungguhnya politik itu memiliki beberapa konsep pokok. Beberapa konsep pokok politik tersebut adalah : politik berkaitan dengan negara (state), kekuasaan (power), pengambilan keputusan (decision making), kebijaksanaan umum (public policy), pembagian (distribution) dan alokasi (alocation). Roger F. Soltou mengatakan ilmu politik adalah ilmu yang mempelajari negara, tujuan negara dan lembaga-lembaga yang akan melaksanakan tujuan itu, hubungan antara negara dengan warganegara, hubungan antara negara dengan negara lain.
Kekuasaan adalah kemampuan seseorang atau sekelompok orang untuk mempengaruhi tingkah laku orang lain atau kelompok lain sesuai dengan keinginan dari si pemilik pengaruh. Harold D. Lasswel dan A. Kaplan mengatakan ilmu politik mempelajari pembentukan dan pembagian kekuasaan. Sementara W. A Robson mengatakan politik sebagai ilmu yang mempelajari kekuasaan dalam masyarakat yaitu hakikat, dasar, proses, ruang lingkup dan hasil-hasilnya. Fokus utamanya adalah tertuju pada perjuangan untuk mencapai dan mempertahankan kekuasaan, melaksanakan kekuasaan atau pengaruh atas orang lain atau menentang pelaksanaan kekuasaan itu
2.
Negara
Negara
adalah alat (agency) dari masyarakat yang mempunyai kekuasaan untuk
mengatur hubungan‑hubungan manusia dalam masyarakat dan menertibkan gejala‑gejala
kekuasaan dalam masyarakat. Dengan demikian negara dapat memaksakan kekuasaanya
secara sah terhadap semua golongan masyarakat untuk menetapkan dan melaksanakan
tujuan‑tujuan bersama. Oleh karena itu negara mempunyai dua tugas pokok, pertama;
mengendalikan dan mengatur gejala kekuasaan yang a‑sosial, yaitu bertentangan
satu sama lain agar tidak menjadi antagonisme membahayakan dan kedua;
mengorganisir dan mengintegrasikan kegiatan manusia dan golongan - golongan ke
arah tercapainya tujuan seluruh masyarakat.
Negara sebagai organisasi pokok dari kekuasaan politik yang bertugas untuk menetapkan dan mencapai tujuan bersama, memberikan pengertian bahwa negara dibentuk oleh beberapa unsur. Unsur‑unsur negara dapat diperinci, sebagai berikut :
Negara sebagai organisasi pokok dari kekuasaan politik yang bertugas untuk menetapkan dan mencapai tujuan bersama, memberikan pengertian bahwa negara dibentuk oleh beberapa unsur. Unsur‑unsur negara dapat diperinci, sebagai berikut :
1.
Penduduk,
yaitu semua orang yang berdomisili di suatu wilayah dan menyatakan diri
ingin bersatu. Faktor penduduk yang perlu diperhatikan antara lain jumlah,
karakteristik homogenitas dan masalah nasionalisme.
2.
Pemerintah,
yaitu batas teritorial dari kekuasaan negara atas daratan, lautan dan udara di
atasnya. Batas wilayah ini sering dijadikan ukuran dari besar kecilnya suatu
negara dan kegiatan ekonomi yang dapat dilakukan.
3.
Pemerintah,
merupakan organisasi utama yang bertindak menyelenggarakan kekuasaan negara
fungsi‑fungsi, dan kebijakan mencapai tujuan negara. Kekuasaan pemerintah pada
mumnya dibagi menjadi kekuasaan legislatif, kekuasaan eksekutif, dan kekuasaan
yudikatif.
4.
Kedaulatan,
merupakan kekuasaan tertinggi untak membuat undang-undang dan melaksanakan
dengan semua cara yang tersedia, termasuk dengan paksaan (internal
sovereignty). Di samping itu kedaulatan juga diartikan kewajiban
mempertahankan kemerdekaan atas serangan dari negara lain atau kemerdekaan dari
dominasi negara lain secara otonom dan independen (external sovereignty).
Negara sebagai asosiasi manusia yang hidup dan bekerjasama
untuk mengejar tujuan bersama. Oleh karena itu tujuan negara menciptakan
kesejahteraan bagi rakyatnya atau menurut Harold J Laski, menciptakan
keadaan dimana rakyatnya dapat mencapai keinginan‑keinginan secara maksimal.
Tujuan negara Indonesia sebagai tercantum dalam Pembukaan Undang‑Undang Dasar 1945 adalah : ” Untuk membentuk suatu pemerintahan Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial” dengan berdasarkan kepada : Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusian yang Adil dan beradab, Persatuan Indonesia, dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan serta dengan mewujudkan suatu Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”.
Tujuan suatu negara sangat tergantung dari ideologi yang dianut yang kemudian diterjemahkan ke dalam fungsi‑fungsi negara. Namun terlepas dari ideologinya, maka negara harus menjalankan fungsi‑fungsi sebagai berikut :
1.
Fungsi
pengaturan dan ketertiban (law and order), yaitu negara harus
bertindak sebagai stabilisator mencegah bentrokan‑ bentrokan kepentingan dalam
masyarakat.
2.
Fungsi
kesejahteraan dan kemakmuran.
3.
Fungsi
pertahanan dan keamanan, terutama untuk menjaga kedaulatan dan memberikan
ketenangan masyarakat.
4.
Fungsi
keadilan yang dilaksanakan melalui badan peradilan.
Dalam melaksanakan fungsi‑fungsi negara sangat tergantung pada partisipasi politik warga negara dan mobilisasi sumber daya kekuatan negara. Namun demikian secara rinci faktor‑faktor yang mendukung terlaksananya fungsi‑fungsi negara adalah sebagai berikut :
1.
Sumber
daya manusia, yaitu jumlah penduduk tingkat pendidikan, nilai budaya, dan
kondisi kesehatan masyarakat.
2.
Teritorial
negara, yang mencakup luas wilayah negara (darat, laut dan udara), letak
geografis, dan situasi negara tetangga.
3.
Sumber
daya alam, yaitu kondisi alam material bumi, berupa kandungan mineral,
kesuburan tanah, kekayaan laut dan hutan.
4.
Kapasitas
pertanian dan industri, tingkat budaya, usaha warga negara dalam, bidang
pertanian, industri dan perdagangan, dan perkembangan tehnologi.
5.
Kekuatan
militer dan mobilitasnya, yaitu kapasitas kekuatan yang mampu diterapkan untuk
mewujudkan kekuasaan dalam mencapai tujuan negara.
6.
Elemen
kekuatan yang tidak nyata, yaitu segala faktor yang mendukung tegaknya
kedaulatan negara, berupa kepribadian dan kepemimpinan, efisiensi birokrasi,
persatuan bangsa, dukungan internasional, reputasi bangsa, dsb.
3.
Sistem Politik
Sistem politik dapat diartikan sebagai suatu mekanisme dari seperangkat fungsi atau peranan dalam struktur-struktur politik dalam hubunganya satu dengan lainnya yang menunjukkan suatu proses yang ajeg. Proses dimaksudkan mengandung segi‑segi waktu (masa lampau, masa kini, masa mendatang). Sedangkan struktur adalah aktivitas-aktivitas yang dapat diidentifikasikan yang menentukan suatu sistem.
Dalam pengertian yang lebih umum sistem politik merupakan semua proses dan tindakan yang berkaitan dengan pembuatan keputusan yang mengikat masyarakat. Oleh karena itu suatu sistem politik mempunyai ciri‑ciri sebagai berikut
1.
Ciri‑ciri
identifikasi, yaitu dasar‑dasar yang berwujud tindakan‑tindakan politik yang
membentuk peranan politik.
2.
Input
dan Output. Input merupakan bahan mentah atau informasi yang akan diproses
dalam suatu sistem untuk menghasilkan output. Output dalam sistem politik
adalah suatu keputusan politik yang sah.
3.
Diferensial
dalam suatu sistem. Lingkungan mempunyai peran dalam memberikan energi untuk
mengaktifkan suatu sistem serta memberikan informasi tentang penggunaan energi.
4.
Integrasi
dalam suatu sistem. Adanya diferensiasi mengatur kekuatan sistem selalu berubah
dan dapat merusak integrasi. Oleh karena itu suatu sistem haras memiliki
mekanisme yang bisa mengintegrasikan atau memaksa anggotanya untuk bekerja
sama.
Sistem
politik merupakan suatu organisasi dimana masyarakat dapat merumuskan
dan berusaha mencapai tujuan‑tujuan bersama. Oleh karena itu dalam menjalankan
kegiatannya, sistem politik mempunyai lembaga‑lembaga seperti parlemen,
birokrasi, badan peradilan, dan partai politik yang menjalankan fungsi
tertentu, sehingga sistem tersebut dapat merumuskan dan melaksanakan kebijakan.
Dalam menjalankan fungsinya sistem politik dikelilingi oleh lingkungan domestik dan lingkungan internasional yang dapat mempengaruhi proses perumusan kebijakan. Peran lingkungan dalam sistem politik adalah sebagai input politik dalam perumusan kebijakan, yaitu suatu bahan mentah atau informasi yang harus diproses dalam sistem. Input politik secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi input yang berisi tuntutan dan input politik yang berisi dukungan.
Input tuntutan muncul karena dipengaruhi fakor internal dan ekstemal. Sistem ekologi ekonomi, kebudayaan, struktur sosial, demografi, merupakan faktor yang mempengaruhi pembentukan jenis tuntutan yang masuk ke dalam sistem. jika tuntutan ini beruhah menjadi isu‑isu politik yang memperoleh dukungan secara luas, maka tuntutan tersebut akan diproses menjadi keputusan politik yang akan menjadi sumber perubahan dalam sistem politik.
Input dukungan dalam sistem politik dapat diwujudkan pada tindakan yang mendorong pencapaian tujuan dun terutama mengarah kepada tiga sasaran, yaitu Komunitas, Rezim dan Pemerintah.
Dalam menjalankan fungsinya sistem politik dikelilingi oleh lingkungan domestik dan lingkungan internasional yang dapat mempengaruhi proses perumusan kebijakan. Peran lingkungan dalam sistem politik adalah sebagai input politik dalam perumusan kebijakan, yaitu suatu bahan mentah atau informasi yang harus diproses dalam sistem. Input politik secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi input yang berisi tuntutan dan input politik yang berisi dukungan.
Input tuntutan muncul karena dipengaruhi fakor internal dan ekstemal. Sistem ekologi ekonomi, kebudayaan, struktur sosial, demografi, merupakan faktor yang mempengaruhi pembentukan jenis tuntutan yang masuk ke dalam sistem. jika tuntutan ini beruhah menjadi isu‑isu politik yang memperoleh dukungan secara luas, maka tuntutan tersebut akan diproses menjadi keputusan politik yang akan menjadi sumber perubahan dalam sistem politik.
Input dukungan dalam sistem politik dapat diwujudkan pada tindakan yang mendorong pencapaian tujuan dun terutama mengarah kepada tiga sasaran, yaitu Komunitas, Rezim dan Pemerintah.
Secara umum sistem politik di dunia dapat dikelompokkan
menjadi dua, yaitu Demokrasi dan Totaliterisme. Sistem Demokrasi
mempunyai ciri, yaitu : pemerintahan sipil dimana setiap warga negara berhak
untuk berpartisipasi dalam kehidupan politik dan setiap keputusan politik harus
dijustifikasikan secara publik. Adanya lembaga-lembaga perwakilan, sebagai
wadah mengekpresikan aspirasi rakyat. Kebebasan politik, artinya negara
menjamin kebebasan warga negara untuk berkumpul, berserikat dan menyampaikan
pendapat.
Dalam sistem totaliterisme, yaitu suatu
sistem politik dimana negara melalui partai secara total mendominasi kehidupan
individual, yang mencakup aspek ekonomi, pendidikan, agama, bahkan dalam
kehidupan keluarga. Ciri sistem Totaliterisme antara lain : a) adanya
Ideologi yang terperinci sebagai ajaran resmi, bagaimana masyarakat menjalankan
kehidupan. b) adanya satu partai tunggal yang berfungsi menjalankan
pemerintahan dan mengontrol kehidupan masyarakat, c) adanya sistem teror yang
dijalankan oleh partai atau polisi rahasia. Kontrol pemerintah yang ketat
terhadap sarana infomasi dan komunikasi, dan d) adanya kontrol melalui militer.
Negara mengontrol seluruh kehidupan ekonomi.
Berdasarkan pendapat dari Edward Shils Almond dan Coleman J.W. Schoorl, tipe sistem politik di negara‑negara berkembang pada dasarnya terbagai menjadi lima tipe, yaitu :
- Demokrasi politik yaitu suatu sistem politik di mana kekuasaan legislatif, eksekutif dan yudikatif berfungsi dan memiliki kedudukan yang otonom. Kekuasaan legislatif dipilih secara periodik dalam pemilu yang bebas. Badan tersebut berfungsi mengontrol eksekutif.
- Demokrasi Terpimpin, yaitu suatu sistem politik yang mempunyai struktur formal sama dengan demokrasi politik, namun dalam prakteknya kekuasaan lebih terkonsentrasi pada eksekutif.
- Oligarki Pembangunan. Sistem ini digunakan karena perlunya melakukan modernisasi secara cepat tanpa menghilangkan pelaksanaan demokrasi. Oleh karena itu konsentrasi kekuasaan di tangan pemerintah merupakan syarat pembangunan dan persatuan. Sedangkan pengawasan berada di tangan militer atau rezim sipil yang didukung sejumlah elite. Parlemen tidak punya kekuasaan dan hanya sebagai persetujuan serta pemberi nasehat rencana peraturan.
- Oligarki totaliter. Sistem politik ini memusatkan kekuasaan pada sekelompok elite politik tertentu untuk mendominasi semua aspek kehidupan masyarakat. Sistem pemerintahan dijalankan berdasarkan ideologi yang dianut secara konsisten, yang sekaligus sebagai perekat persatuan dan perisai untuk menangkis gangguan dari luar. Partai merupakan lembaga penting sebagai sarana indoktrinasi dan mobilisasi penduduk.
- Oligarki tradisional, yaitu sistem politik dimana kekuasaan terpusat pada raja dan kelompok yang berkuasa berdasarkan tradisi. Parlemen mempunyai kekuasaan lemah. Jabatan‑jabatan dalam birokrasi didasarkan pertimbangan pribadi.
4.
Struktur Politik
Dalam pengertian umum struktur politik dapat diartikan sebagai pelembagaan hubungan organisasi antara elemen‑elemen yang membentuk suatu sistem politik. Struktur politik berkaitan dengan alokasi nilai-nilai yang bersifat otoritatif dipengaruhi oleh distribusi serta penggunaan kekuasaan. Kekuasaan itu sendiri harus diartikan sebagai kapasitas, kapabilitas, kemampuan untuk mempengaruhi, meyakinkan, mengendalikan, menguasai dan memerintah orang lain. Kapasitas dalam hal ini berhubungan erat dengan wewenang (autbority), hak (right), dan kekuatan fisik (force).
Struktur politik pada kenyataannya terdiri dari : unsur‑unsur yang bersifat informal, yaitu unsur di luar lembaga pemerintahan yang dapat mempengaruhi, menyalurkan, menterjemahkan, dan mengkonversikan tuntutan dan dukungan untuk dirumuskan kedalam keputusan politik. Kelompok ini terdiri dari; a) partai politik, yaitu kelompok masyarakat dengan keanggotaan terbuka yang memfokuskan kegiatannya pada seluruh spektrum negara atau politik, b) kelompok kepentingan, yaitu kelompok atau organisasi yang berusaha mempengaruhi kebijakan pemerintah untuk mempromosikan dan mempertahankan kepentingan tertentu dan c) elite politik, yaitu sejumlah tokoh politik yang mempunyai peran dalam semua fungsi politik dan mempunyai akses langsung terhadap kekuasaan. Alat komunikasi masa sebagai pembentuk opini publik.
Unsur-unsur yang bersifat formal, yaitu unsur yang berada di dalam pemerintahan yang sah untuk mengidentifikasikan masalah‑masalah, menentukan dan menjalankan keputusan‑keputusan yang mengikat masyarakat untuk mencapai kepentingan umum. Kelompok ini terdiri dari: Badan legislatif, Badan eksekutif, Badan yudikatif dan Birokrasi.
Struktur politik pada dasarnya menjalankan tiga fungsi politik pokok yaitu Sosialisasi politik, Rekrutmen politik dan Komunikasi politik. Sosialisasi politik adalah proses dimana seorang individu dapat mengenali sistem politik yang kemudian dapat menentukan sikap dan persepsi‑persepsinya mengenai politik dan reaksinya terhadap gejala politik. Sosialisasi politik merupakan mata rantal penting antara sistem sosial dengan sistem politik. Rekrutmen politik merupakan proses dimana individu menjamin dan mendaftarkan diri untuk menduduki jabatan politik. Proses rekrutmen dapat bersifat formal dan informal.
Komunikasi politik dapat diartikan sebagai proses dimana informasi politik yang relevan dapat diteruskan dari satu bagian sistem politik kepada bagian lain, dan dintara sistem sosial dengan sistem politik. Komunikasi politik merupakan sarana tukar menukar infomasi antara anggota masyarakat dengan penguasa.
Dalam setiap sistem politik mempunyai fungsi politik yang harus dijalnkan agar sistem politik tetap berfungsi. Menurut Almond, fungsi politik terdiri dari fungsi input yaitu yang dilakukan infrastruktur politik meliputi; sosialisasi dan rekrutmen politik; agregasi kepentingan, artikulasi kepentingan dan komunikasi politik. Sementara dari fungsi output yang dilakukan oleh suprastruktur politik meliputi; pembuatan peraturan (rule making); pelaksanaan peraturan (rule application) dan peradilan (rule adjudication).
5.
Proses Politik
Proses politik dapat dimulai dari mana saja, misalnya aktivitas dimulai dengan usulan masyarakat yang berupa input ke suprastruktur. Dalam menanggapi usulan ini, suprastruktur dapat memilih satu diantara beberapa pilihan yaitu: memilih satu di antara masukan, mengonversikan semua masukan dan mencari alternatif lain. Setelah masukan diolah, suprastruktur melahirkan hasil atau output yang berupa kebijakan/peraturan/UU untuk kemudian didistribusikan kepada masyarakat. Dalam masyarakat, output tersebut akan ditanggapi. Tentunya ada masyarakat yang setuju dan ada yang tidak setuju dengan keputusan/kebijakan yang dibuat.
Jika masyarakat setuju, tentu akan membuat feed back berupa dukungan dan mungkin akan ada masukan berupa tuntutan yang lain. Akan tetapi bagi masyarakat yang tidak setuju, akan memberikan masukan berupa peningkatan tuntutan. Proses ini akan berlangsung terus. Jika kelompok yang tidak setuju selalu diabaikan, pada suatu ketika akan sampai pada apatisme dan tidak mau lagi memberikan masukan apapun. Jika ini terjadi, maka sangat berbahaya bagi kelangsungan sistem.
6.
Budaya Politik
Budaya politik merupakan aspek penting dan berpengaruh terhadap sistem politik. Budaya politik berkembang dan merupakan bagian dari kebudayaan masyarakat. Kegiatan politik meliputi masalah legitimasi, pengaturan kekuasaan, proses pembuatan kebijakan pemerintah, kegiatan partai‑partai politik perilaku aparat negara, dan gejolak masyarakat terhadap kekuasaan. Dengan demikian budaya politik secara langsung mempengaruhi kehidupan nasional.
Budaya pada dasarnya merupakan perkembangan pemikiran dan akal budi manusia yang menghasilkan tata nilai. Oleh karena itu menurut Alan R. Ball, budaya politik dapat diartikan sebagai seperangkat sikap, keyakinan, simbol‑simbol, dan nilai-nilai yang dimiliki masyarakat yang berhubungan dengan sistem politik dan isu‑isu politik. Dalam hal ini budaya politik terdiri dari sikap, keyakinan, dan tata nilai yang berlaku pada seluruh anggota masyarakat dan melekat pada kebiasaan hidup masyarakat.
Sedangkan Gabriel A. Almond dan G. Bingham Powell Jr. menyatakan, bahwa budaya Politik merupakan dimensi psikologi dari sistem politik yang bersumber dari perilaku lahiriah manusia berdasarkan penalaran‑penalaran yang sadar. Artinya budaya politik menjadi lingkungan psikologis bagi terselenggaranya dinamika politik dan terjadinya proses pembuatan kebijakan publik. Dalam hal ini budaya politik lebih mengedepankan pada aspek perilaku non-aktual, seperti orientasi, sikap, nilai, maupun keyakinan.
Berdasarkan beberapa konsep, budaya politik dapat diidentifikasikan sebagai berikut:
1.
Budaya
politik merupakan aspek politik dari nilai‑nilai yang terdiri atas pengetahuan,
adat istiadat, tahayul atau mitos, yang dikenal dan diakui oleh sebagian besar
masyarakat.
2.
Budaya
politik dapat dilihat dari aspek doktrin yang menekankan pada materi, seperti
sosialisme, demokrasi, atau nasionalisme dan dari aspek generik atau menekankan
pada analisis bentuk, ciri‑ciri, dan peranan, seperti militan, terbuka,
tertutup.
3.
Hakikat
dan ciri budaya politik menyangkut masalah nilai-nilai, yaitu prinsip dasar
yang melandasi suatu pandangan hidup yang berhubungan dengan suatu tujuan yang
ingin dicapai.
4.
Bentuk
budaya politik menyangkut sikap dan norma, yaitu sikap terbuka dan tertutup,
dan tingkat militan seseorang terhadap orang lain dalam pergaulan masyarakat,
pola kepemimpinan (konformitas atau mendorong inisiatif kebebasan, sikap
terhadap mobilitas, (mempertahankan status quo atau mendorong
mobilitas), prioritas kebijakan (menekankan ekonomi atau politik).
Dalam realitas politik, budaya politik memiliki beberapa
bentuk Gabriel Almond dan Sidney Verba membedakan budaya politik
berdasarkan sikap politik sebagai cerminan budaya politik, yaitu tentang dampak
pemerintah terhadap kehidupan warga negara, kewajiban‑kewajiban warga negara
terhadap pemerintah, dan harapan warga negara dari pemerintah. Dengan mengukur
sikap politik, dapat dibedakan tiga bentuk budaya politik sebagai berikut :
1.
Budaya
Politik Partisipan, yaitu budaya politik dimana warga negara mempunyai
kesadaran tinggi dan membedakan perhatian terhadap sistem politik Warga negara
memiliki keyakinan, bahwa mereka dapat mempengaruhi pengambilan kebijakan
publik dan mereka memiliki protes, bila terdapat praktek pemerintahan yang
tidak fair. Budaya politik ini pada umumnya terdapat pada masyarakat
demokratik industrial yang dapat mendorong munculnya kompetisi partai politik.
2.
Budaya
Politik Subyek, yaitu budaya politik dimana warga negara memiliki pemahaman dan
perhatian terhadap sistem politik, namun memiliki keterlibatan secara pasif.
Dalam budaya ini sulit untuk mengharapkan partisipasi politik warga negara dan
tidak banyak menumbukan kontrol terhadap berjalannya, sistem politik. Budaya
ini terdapat pada sistem otoriter, dimana walaupun ada partisipan politik namun
sebagian besar rakyat hanya menjadi subyek yang pasif.
3.
Budaya
Politik Parokial, yaitu merupakan bentuk budaya politik yang paling
rendah, dimana masyarakat tidak memiliki minat maupun kemampuan untuk
berpartisipasi dalam politik. Dalam budaya ini ada kesulitan untuk membangun
demokrasi, karena kompetensi dan keberdayaan politik yang tidak muncul. Budaya
politik ini terdapat pada sistem demokratis pra‑industri.
7.
Elit Politik
Teori-teori klasik tentang eklit memberi tekanan pada sekelompok kecil yang mempunyai pengaruh besar datau kekuasaan politik besar dalam sebuah sistem politik. Prinsip umum yang dijadikan pedoman dalam mengkaji konsep elit telah dikemukakan oleh Pareto, Mosca, dan Michels, antara lain :
1.
Kekuasaan
politik. Gagasan Pareto tentang pemeringkatan orang berdasarkan pemilikan akan
barang, yang berwujud kekayaan, kecakapan, atau kekuasaan politik merupakan hal
yang menunjukan prinsip elit.
2.
Hakikatnya
orang hanya dikelompokkan dalam dua kelompok, yaitu mereka yang memiliki
kekuasaan politik penting dan yang tidak memiliki.
3.
Secara
internal, elit bersifat homogen, bersatu dan memiliki kesadaran kelompok
4.
Elit
mengatur sendiri kelangsungan hidupnya (self perpectuating) dan
anggotanya berasal dari suatu lapisan masyarakat yang sangat terbatas.
5.
Kelompok
elit pada hakikatnya bersifat otonom, kebal akan gugatan dari siapapun di luar
kelompoknya mengenai keputusan yang dibuatnya.
Untuk mengkaji elit politik perlu diperhitungkan beberapa hal, yaitu; pertama, ruang lingkup kekuasaan. Dalam kaitan ini perlu dilihat jangkauan kekuasaan seseorang dalam pembuatan keputusan. Kedua; kualitas pengaruh, apakah mempunyai pengaruh langsung atau tidak langsung dan ketiga; reaksi dari aktor lain, yaitu perlunya memperhitungkan reaksi dari aktor-aktor lain, terutama kekuatan dari aktor lain.
Untuk mengkaji elit politik perlu diperhitungkan beberapa hal, yaitu; pertama, ruang lingkup kekuasaan. Dalam kaitan ini perlu dilihat jangkauan kekuasaan seseorang dalam pembuatan keputusan. Kedua; kualitas pengaruh, apakah mempunyai pengaruh langsung atau tidak langsung dan ketiga; reaksi dari aktor lain, yaitu perlunya memperhitungkan reaksi dari aktor-aktor lain, terutama kekuatan dari aktor lain.
8.
Stratifikasi Politik
Stratifikasi politik muncul karena ketidaksamaan kekuasaan
yang dipunyai manusia. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu: minat
pada politik, pengetahuan dan pengalaman politik, kecakapan dan sumberdaya
politik, partisipasi politik, kedudukan politik dan kekuasaan politik.
Sebenarnya dalam sistem politik terdapat stratifikasi politik yang oleh Robert
D. Putnam disusun dalam enam strata, yaitu:
Strata 1: Kelompok pembuat keputusan, yaitu orang-orang yang secara langsung terlibat dalam pembuatan kebijakan nasional
Strata 2: Kaum berpengaruh, yaitu individu-individu yang
memiliki pengaruh tidak langsung atau implikasi yang kuat, biasa dimintakan
nasehatnya, pendapatnya yang diperhitungkan oleh pembuat kebijakan.
Strata 3: Aktivis,
yaitu warganegara yang mengambil bagian
aktif dalam kehidupan politik dan pemerintahan, meliputi anggota partai
politik, birokrat tingkat menengah, editor surat kabar dan para penulis.
Stara 4: Publik peminat politik, yaitu orang-orang yang
menganggap politik sebagai tontonan yang menarik. Biasanya terdiri dari
orang-orang yang attentive public, yang memiliki banyak informasi, membentuk
pendapatnya sendiri, memiliki wawasan luas dan dapat mendiskusikannya
dengan baik jalan permainan, walaupun jarang langsung terjun dalam praktik.
Strata 5: Kaum pemilih, adalah warga negara yang biasa dan
hanya dapat mempengaruhi kehidupan politik nasional saat diselenggarakan
pemilu.
Strata 6: Nonpartisipan, yaitu orang-orang yang hanya menjadi objek politik, bukannya aktor. Secara politik tidak punya kekuatan sama sekali, dan biasanya menghindari kehidupan politik atau menjadi terasing dari kehidupan politik.
Strata 6: Nonpartisipan, yaitu orang-orang yang hanya menjadi objek politik, bukannya aktor. Secara politik tidak punya kekuatan sama sekali, dan biasanya menghindari kehidupan politik atau menjadi terasing dari kehidupan politik.
9.
Pembangunan Politik
Pembangunan Politik berkaitan dengan semakin meningkatnya partisipasi politik rakyat, oleh karena itu Samuel P. Huntington mengemukakan lima model pembangunan politik, yaitu :
1.
Model
Liberal, yaitu pembangunan dan modernisasi yang diasumsikan dapat meningkatkan
kekayaan masyarakat.
2.
Model
Pembangunan Bourgeois, adalah pembangunan politik yang memperhitungkan kepentingan
politik bagi munculnya kelas menengah baru yang menjadi pusat kekuatan bagi
tumbuhnya ekonomi.
3.
Model
Pembangunan Autokratik, mernpakan model pembangunan politik dimana
pemerintah menggunakan kekuatan negara untuk menekan partisipasi kelas menengah
dan mengamankan dukungan kelas bawah.
4.
Model
Teknokratik, merupakan pembangunan politik yang bercirikan tingkat partisipasi
politik yang rendah, tetapi tingkat investasi asing tinggi, dimana tingkat
partisipasi ditekan agar pertumbuhan ekonomi tinggi.
5.
Model
Populis, model ini menekankan pada partisipasi politik yang tinggi dan
adanya pemerataan ekonomi, walaupun bersamaan dengan pertumbuhan ekonomi yang
rendah.
Komentar
Posting Komentar